''Kondisi angin kencang akibat musim utara sangat berbahaya bagi para nelayan. Selain membahayakan keselamatan para nelayan, hasil tangkapan juga berkurang,'' ujar Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Karimun, Zainuddin Ahmad di Tanjungbalai Karimun, Kamis (1/1).
Menurut Kep Din, sapaan akrab Zainuddin Ahmad, tingginya gelombang laut yang mencapai tiga meter lebih sangat beresiko menenggelamkan kapal berbobot besar dan kapal ikan bobot kecil. Agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, kalangan nelayan memilih untuk
tidak menangkap ikan sambil menunggu berakhirnya musim angin utara.
''Angin musim utara ini merupakan perubahan iklim yang biasa terjadi setiap akhir tahun. Bagi para nelayan, keadaan seperti ini sudah biasa dilalui setiap tahun,'' katanya lagi.
Ditambahkan Kep Din, jumlah nelayan yang tidak bisa menangkap ikan, biasanya didominasi kapal-kapal ikan yang menangkap di perairan dalam dan jauh dari daratan. Terutama kapal-kapal ikan berbobot besar dengan tonase 30 ton ke atas. HNSI Kabupaten Karimun sendiri memiliki anggota sekitar 12 ribu nelayan baik nelayan kapal besar maupun kecil.
''Bagi nelayan yang wilayah tangkapnya di pinggiran pantai mungkin tak masalah. Tapi mereka harus tetap waspada, karena angin kencang bukan hanya di laut lepas, tetapi juga melewati wilayah pantai,'' harapnya.
Secara terpisah, Dian, seorang nelayan asal Bukit Tembak, Kecamatan Meral, Kamis (1/1) mengatakan, dirinya sudah tidak turun ke laut sejak sebulan lalu, dan diperkirakan ia tetap tidak bisa menangkap ikan sampai bulan depan karena angin musim utara masih terus berlangsung.
''Saya tak berani turun, Bang. Ketinggian ombak mencapai 3 meter lebih. Jangankan kapal kecil, kapal besar saja bisa tenggelam akibat hempasan gelombang,'' kata nelayan jaring senangin ini.
Menurut Dian, kapal ikan tempat ia bekerja berbobot 80 ton dan biasanya melakukan penangkapan ikan di perairan Natuna, Kepulauan Riau. Meski berbobot besar tetap saja tak bisa berlayar, mengingat resiko yang harus dihadapi cukup besar. Selain dihadapkan pada ombak besar, hasil tangkapan pun berkurang akibat gelombang.
''Ikan-ikan pun pada menghilang karena ombak besar. Jadi, lebih baik kita tunggu sampai keadaan sudah memungkinkan, kita perkirakan bulan depan angin utara sudah berakhir,'' ujar Dian.
Dian menambahkan, sambil menunggu berakhirnya angin utara, dirinya bersama sejumlah rekan memanfaatkan waktu luang dengan membuat alat tangkap ikan berbentuk jaring sepanjang 120 meter. Jaring ikan tersebut dirajut dengan menggunakan tali nilon dengan memakan waktu hampir sebulan.
''Dari pada tak ada kegiatan, lebih baik waktu senggang ini dimanfaatkan bikin jaring ikan. Namun yang pasti, pemasukan selama tidak ke laut ini sama sekali tidak ada, inilah yang jadi persoalan, karena saya tidak punya mata pencaharian lain.
Pantauan wartawan di lapangan, puluhan kapal-kapal ikan terlihat berjejer di pinggir pantai sepanjang Baran hingga Meral, kapal-kapal ikan tersebut rata-rata berbobot 40 ton ke atas, baik kapal jaring kurau maupun jaring senangin. Kapal-kapal ikan tersebut memang sudah lama sandar di dermaga-dermaga yang terletak di belakang perumahan penduduk sepanjang pantai.
''Sekitar satu bulan lebih bang, kapal-kapal tersebut terpaksa sandar di dermaga. Ada juga yang nekad melaut, tapi jumlahnya tidak seberapa,'' kata Muchtar, seorang warga Baran, Kamis (1/1)
''Angin musim utara ini merupakan perubahan iklim yang biasa terjadi setiap akhir tahun. Bagi para nelayan, keadaan seperti ini sudah biasa dilalui setiap tahun,'' katanya lagi.
Ditambahkan Kep Din, jumlah nelayan yang tidak bisa menangkap ikan, biasanya didominasi kapal-kapal ikan yang menangkap di perairan dalam dan jauh dari daratan. Terutama kapal-kapal ikan berbobot besar dengan tonase 30 ton ke atas. HNSI Kabupaten Karimun sendiri memiliki anggota sekitar 12 ribu nelayan baik nelayan kapal besar maupun kecil.
''Bagi nelayan yang wilayah tangkapnya di pinggiran pantai mungkin tak masalah. Tapi mereka harus tetap waspada, karena angin kencang bukan hanya di laut lepas, tetapi juga melewati wilayah pantai,'' harapnya.
Secara terpisah, Dian, seorang nelayan asal Bukit Tembak, Kecamatan Meral, Kamis (1/1) mengatakan, dirinya sudah tidak turun ke laut sejak sebulan lalu, dan diperkirakan ia tetap tidak bisa menangkap ikan sampai bulan depan karena angin musim utara masih terus berlangsung.
''Saya tak berani turun, Bang. Ketinggian ombak mencapai 3 meter lebih. Jangankan kapal kecil, kapal besar saja bisa tenggelam akibat hempasan gelombang,'' kata nelayan jaring senangin ini.
Menurut Dian, kapal ikan tempat ia bekerja berbobot 80 ton dan biasanya melakukan penangkapan ikan di perairan Natuna, Kepulauan Riau. Meski berbobot besar tetap saja tak bisa berlayar, mengingat resiko yang harus dihadapi cukup besar. Selain dihadapkan pada ombak besar, hasil tangkapan pun berkurang akibat gelombang.
''Ikan-ikan pun pada menghilang karena ombak besar. Jadi, lebih baik kita tunggu sampai keadaan sudah memungkinkan, kita perkirakan bulan depan angin utara sudah berakhir,'' ujar Dian.
Dian menambahkan, sambil menunggu berakhirnya angin utara, dirinya bersama sejumlah rekan memanfaatkan waktu luang dengan membuat alat tangkap ikan berbentuk jaring sepanjang 120 meter. Jaring ikan tersebut dirajut dengan menggunakan tali nilon dengan memakan waktu hampir sebulan.
''Dari pada tak ada kegiatan, lebih baik waktu senggang ini dimanfaatkan bikin jaring ikan. Namun yang pasti, pemasukan selama tidak ke laut ini sama sekali tidak ada, inilah yang jadi persoalan, karena saya tidak punya mata pencaharian lain.
Pantauan wartawan di lapangan, puluhan kapal-kapal ikan terlihat berjejer di pinggir pantai sepanjang Baran hingga Meral, kapal-kapal ikan tersebut rata-rata berbobot 40 ton ke atas, baik kapal jaring kurau maupun jaring senangin. Kapal-kapal ikan tersebut memang sudah lama sandar di dermaga-dermaga yang terletak di belakang perumahan penduduk sepanjang pantai.
''Sekitar satu bulan lebih bang, kapal-kapal tersebut terpaksa sandar di dermaga. Ada juga yang nekad melaut, tapi jumlahnya tidak seberapa,'' kata Muchtar, seorang warga Baran, Kamis (1/1)
No comments
Post a Comment